TAFSIR DEPARTEMEN AGAMA
Makalah diajukan untuk melengkapi tugas dalam mata kuliah
TAFSIR AL-QUR’AN INDONESIA KONTEMPORER
Oleh
MAHMUD FAUZY
NIM 02.2.00.1.05.01.0135
Pembimbing
Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A.
Prof. Dr. Salman Harun, M.A.
Prof. Dr. Yunan Yusuf, M.A.
Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2007
I. PENDAHULUAN
Al-Qur’an memperkenalkan dirinya antara lain sebagai hudan li al-nas dan sebagai kitab yang diturunkan agar manusia keluar dari kegelapan menuju terang-benderang.[1] Hal ini dapat dipahami dari perintah Allah untuk merenungkan dan memikirkan kandungan makna-makna Al-Qur’an serta menjadikannya sebagai petunjuk keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Al-Qur’an merupakan dasar utama ajaran Islam, ia menempati posisi sentral bukan saja dalam pengembangan ilmu-ilmu keislaman tapi juga merupakan sumber inspirasi dan motivasi bagi umat Islam. Dengan demikian, maka pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an melalui penafsiran-penafsirannya mempunyai peranan penting bagi maju mundurnya umat. Sekaligus penafsiran itu dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran penafsirannya. [2]
Dalam kaitan itu, para cendekiawan muslim dan ulama-ulama Islam banyak yang menulis kitab tafsir, dalam setiap masa sesuai dengan kondisi kesejarahan masing-masing dan latar belakang intelektualnya. Wilfred Cantwell Smith menyebutkan aneka profesi yang telah mencoba menafsirkan Al-Qur’an seperti, ahli teologi, ahli hukum, kaum sufi dan filosof. [3]
Metode tafsir Al-Qur’an terbagi kepada empat macam, yaitu metode tahlily, maudhu’I, muqaran dan ijmaly. Keempat metode ini mewarnai seluruh karya tafsir, sejak dulu samapai sekarang. Metode tafsir tahlily merupakan metode tafsir paling tua. Para mufassir klasik menyusun kitab tafsir dengan mengunakan metode tersebut. Mereka menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan urutannya dalam mushaf Usmani dan seluruh aspek di dalamnya, baik dari segi kosa kata, asbab al-nuzul, munasabah dan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat.
Di samping itu, ada tiga corak tafsir yang mempengaruhi para mufassir dalam menyusun kitab tafsir, yaitu al-ma’tsur, al-ra’yi dan al-isyariy. Boleh dikatakan bahwa seluruh kitab tafsir yang disusun oleh mufassir klasik adalah kitab tafsir Al-Ma’tsur. Akan tetapi ketika ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat dan para ulama telah menguasai berbagai disiplin ilmu, mereka menyusun kitab tafsir dengan lebih mengedepankan ra’yu dan diwarnai oleh latar belakang pendidikan mereka.
Pada awalnya penyusunan kitab tafsir terkonsentrasi di Timur Tengah dan dalam bahasa Arab, lama-kelamaan seiring dengan semakin banyaknya ahli tafsir yang bertebaran di seluruh dunia seiring dengan semakin banyaknya kebutuhan tafsir yang berbahasa setempat maka penyusunan tafsir ini dilakukan dalam banyak bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia.
Salah satu tafsir yang disusun dalam bahasa Indonesia, AL QUR’ANUL KARIIM WA TAFSIIRUHUU (Al Qur’an dan Tafsirnya), yang disusun oleh Dewan Pentafsir yang dibentuk oleh Departemen Agama RI. Berdasarkan Surat keputusan Menteri Agama nomor 30 tahun 1980 yang terdiri atas:
Prof. K.H. Ibrahim Husein, LML., sebagai Ketua merangkap Anggota.
K.H. Syukri Gazali , sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota.
K.H. Hoesein Thoib Sebagai Sekretaris merangkap Anggota.
Prof. H. Bustami A.Gani, sebagai Anggota.
Prof. Dr. K.H. Muchtar Yahya, sebagai Anggota.
Drs Kamal Muchtar sebagai Anggota.
Prof. K.H. Anwar Musaddad, sebagai Anggota.
K.H. Sapari, sebagai Anggota.
Prof. K.H. M. Salim Fachry, sebagai Anggota.
K.H. Muchtar Luthfi El Anshari, sebagai Anggota.
Dr. J.S. Badudu. Sebagai Anggota.
K.H.M. Amin Nashir, senagai Anggota.
H.A. Aziz Darmawijaya sebagai Anggota.
K.H.M. Nur Asyik. MA, sebagai Anggota.
K.H.A. Razak, sebagai Anggota.[4]
Dalam rangka penyempurnaan atau penerbitan edisi baru Tafsir Departemen Agama, Menteri Agama mengeluarkan keputusan Nomor 280 Tahun 2003 sebagai dasar pembentukan tim penyusunan tafsir penyempurnaan dimaksud, dengan susunan anggota tim sebagai berikut:
1. Dr. H. Ahsin sakho Muhammad, M.A. Ketua merangkap anggota
2. Prof.KH. Ali Mustafa Yaqub, M.A. Wakil Ketua merangkap anggota
3. Drs. H. Muhammad Shohib, M.A. Sekretaris merangkap anggota
4. Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi nawawi, M.A. Anggota
5. Prof. Dr. H. Salman harusn Anggota
6. Dr. Hj. Faizah Ali Sibromalisi Anggota
7. Dr. H. Muslih Abdul Karim Anggota
8. Dr. H. Ali Audah Anggota
9. Prof. Dr. Hj. Huzaimah T. Yanggo, M.A. Anggota
10. Prof. Dr. H. M. Salim Umar, M.A. Anggota
11. Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, M.A. Anggota
12. Drs. H. Sibli Sardjaja, LML Anggota
13. Drs. H. Mazmur Sya’roni Anggota
14. Drs. H. M. Syatibi AH. Anggota
15. Dr. Hery Harjono Anggota
16. Dr. Muhammad Hisyam Anggota
tim tersebut didukun oleh Menteri Agama selaku Pembina, K.H. Sahal Mahfudz, Prof. K.H. Ali Yafie, Prof. Drs. H. Asmuni Abd. Rahman, Prof. DR. H. Kamal Muchtar, dan K.H. Syafi’I Hadzami (Alm.) selaku Penasehat, serta Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab dan Prof. Dr. H. Said Agil Husin AL munawar, MA selaku Konsultan Ahli/ Narasumber, Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar (Kepala badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI), Prof. Dr. Umar Anggoro Jenis, Apt, M.Sc (Kepala LIPI) dan Drs. H. Fadhal AR Bafadhal, M.SC (Ketua Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an) selaku Pengarah. [5]
II MANHAJ
Pendekatan Bi al-Ma’tsur dan Bi al-Ra’yi. Tafsir ini mengambil pendekatan Bi al-Ma’tsur dan juga Bi al-Ra’yi karena di dalam pelaksanaan penafsirannya dilakukan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an karena pada satu tempat Al-Qur’an menjelaskan secara global dan di tempat lain dijelaskan secara luas. Apabila tidak didapat di dalam Al-Qur’an maka diambil dari as-sunnah, karena as-sunah sebagai penjabaran dan penjelasan dari Al-Qur’an. Apabila tidak didapati dari as-sunnah maka diambil dari pendapat para sahabat karena mereka adalah orang-orang yang lebih mengetahui tentang Al-Qur’an setelah Rasulullah SAW. Mereka menyaksikan turunnya Al-Qur’an dan pada peristiwa apa Al-Qur’an diturunkan. Apabila tidak didapati dari pendapat para sahabat maka diambil dari pendapat tabi’iin, seperti Mujahid bin Jabir, Sa’ad bin Jubair, Iqrimah Maula bin Abbas, Hasan bin al-Bisry, dan lain-lain.
Disamping Bi al-Ma’tsur, tafsir ini menggunakan pendekatan Bi al-Ra’yi karena di dalamnya dikutip juga pendapat-pendapat para mufassir terkemuka baik klasik maupun kontemporer.
III THARIQAH
Metode tahlili atau maudhu’I
Tafsir Departemen Agama ini menganut metode penafsiran meliputi seluruh mushaf secara berurut dari awal surah Al Fatihah sampai ayat terahir surah al Naas. Metode ini disebut metode tahlili. Namun demikian, kenyataanyya ditemukan juga pengelompokan ayat atau beberapa ayat yang dilihat sebagai mengandung tema tertentu dan diberi judul, hal ini juga dapat dikatakan bahwa Tafsir ini menggunakan juga metode maudhu’i. Metode ini sebagai gabungan dari dua metode, tahlili dan maudhu’i.[6]
Jika kita perhatikan secara rinci operasional tafsir Departemen Agama edisi tahun 1983/1984 ini kita temukan metode sebagai berikut:
- Muqaddimah.
Sebelum memasuki penafsiran suatu surah, diberi muqaddimah yang menjelaskan tentang: jumlah ayat dalam surah, dan ayat-ayatnya apakan termasuk kelompok Makkiyah atau Madaniyah, munaasabahnya, asbabub al nuzulnya, waktu turunnya (biasanya disebutkan surah ini diturunkan sesudah turunnya surah/ayat lain). Misalnya surah alMujaadalah turun sesudah turunnya surah al Munaafiquun,[7] serta berisi pokok-pokok kandungan surah. Serta sebab-sebab penamaan surah dan arti kalimah yang menjadi nama surah.
- Mengelompokkan ayat-ayat secara berurut dan berkaitan dan diberi judul yang menjadi tema pokok ayat tersebut.
- Menulis ayat-ayat diikuti dengan menerjemahkannya.
- Lalu tafsir ayat perayat. Dalam prakteknya penafsiran dilakukan; ayat dengan ayat, atau riwayah, pendapat shahabah, pendapat tabiin dan para ahli tafsir.
- Kesimpulan, pada tiap akhir dari penafsiran dari satu ayat atau beberapa ayat yang berkaitan tersebut diberi kesimpulan. Kesimpulan dan penutup diberikan pada tiap akhir pembahasan suatu surah.
- Pada akhir surah juga dijelaskan munasabah, yakni hubungan dan persesuaian surah yang telah dibahas dengan surah berikutnya.
EDISI TERBARU/PENYEMPURNAAN
Edisi baru ini memberikan beberapa perbaikan dan penyempurnaan Tafsir Depertemen Agama. Susunan penafsiran pada edisi tahun 2006 ini pada prinsipnya tidak berbeda dengan edisi tahun 1983/1984 sebagaimana dijelaskan di atas, kecuali beberapa hal; :
- Judul disesuaikan kandungan kelompok ayat yang akan ditafsirkan, judul diperbaiki struktur bahasa atau redakrinya.
- Kosakata, menguraikan tentang arti kata dasar dari kata tersebut dan pemakaiannya dalam al Qur’an serta menjelaskan arti kata tersebut dalam kontek ayat yang ditafsir.Pada edisi lama tidak ada kosakata.
- Munasabah yang dipergunakan dalam tafsir ini hanya dua munasabah saja, yaitu antara surah dengan surah sebelumnya, dan munasabah antara kelompok ayat dengan kelompok ayat sebelumnya, walaupun sebenarnya munasabah itu ada lima, yaitu munasabah antara surah dengan surah berikutnya, antara awal surah dengan akhir surah, antara akhir surah dengan awal surah berikutnya, satu ayat dengan ayat berikutnya, dan antara kelompok ayat dengan kelompok ayat sebelumnya.
- Sebab nuzul dijadikan sub tema, jika dalam kelompok ayat ada beberapa riwayat tentang sebab nuzul maka sebab nuzul yang pertama yang dijadikan judul, sedangkan sebab nuzul berikutnya diuraikan dalam tafsir.
- Mengembangkan nuansa sains dan teknologi.
IV LAUN
Pengaruh dari latar belakang keahlian mufassir nampak dari tafsir ini. Misalnya munculnya corak baru tafsir ini sebagai tafsir ilmi atau tafsir yang bernuansa sains dan teknologi secara sederhana sebagai refleksi dari kemajuan teknologi yang sedang berkembang dan untuk menambah wawasan dan keyakinan bahwa al Qur’an juga mengandung ayat-ayat menyangkut sains dan teknologi. Ini dipengaruhi oleh latar belakang anggota dewan yang dibentuk yang berasal dari LIPI, yaitu Prof. Dr. Umar Anggoro Jenie, Apt,M.Sc,
V RUJUKAN TAFSIR
Tafsir ini menafsirkan Al-Qur’an dewan mengambil tafsir-tafsir yang cukup terkenal untuk dijadikan sebagai sumber dalam penafsirannya dan sebagai pedoman pokok antara lain Tafsir Al- Maraghi oleh Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Mahsinut Ta’wil oleh Al-Qasimy, Tafsir Anwarut Tanzil wa asraut Tafshil oleh Al-Baidhawy, tafsir AL-Qur’anul karim oleh Ibnu Katsir, Tafsir Al-Manar oleh Muhammad Baduh dan Rasyid Ridho, Tafsir Fi zhilaalil Qur’an oleh Said Kutub, untuk memberikan nuansa bahasa tafsir Ibnu Asyur juag dijadikan rujukan terutama nampak pada tafsir edisi baru.
VI PEMIKIRAN TAFSIR
Bagaimana kedudukan pemimkiran dalam peta mufassirin di Indonesia dan dunia.
Mufassir Indonesia masih dominan dipengaruhi oleh Timur Tengah. Penafsiran dalam Tafsir Departemen Agama ini sangat nampak dipengaruhi oleh para mufassir Timur Tengah bahkan dalam penafsiran ayat-ayat tertentu sangat kental dipengaruhi oleh Tafsir tertentu, bahkan kalau kita perhatikan secara seksama bahwa dewan penafsir meringkas isi tafsir dari tafsir-tafsir tertentu itu. Ayat-ayat ahkam misalnya nampak dipengaruhi dari Tafsir al-Maraghi juga Ibnu Katsir. Juga nampak dari sumber-sumber tafsir yang dijadikan rujukan pokok tidak satupun tafsir berbahasa Indonesia karena seluruhnya berbahasa Arab dan disusun oleh mufassir Timur Tengah. Walaupun pada edisi baru ada nuansa-nuansa sains dan teknologi yang muncul sebagai refleksi dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di dunia dan Indonesia. Ini sebagai pengaruh dari para scientist yang duduk dalam dewan penafsir.
- KESIMPULAN
Penafsiran dalam tafsir Departemen Agama ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran tafsir Timur Tengah. Sedangkan pendekatannya Bi al-Ma’tsur dan Bi al-Ra’yi. Metode tahlili atau maudhu’I.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al- Qur’an Al-Karim wa tafsiruhu (Al-Qur’an dan Tafsirnya) Jilid 5, tahun 2006.
Ibnu Katsir, Muqaddimah Tafsir Al-qur’an nul’Azhim, Daarul Fikr, Beirut Cet. II. 1369H/1970M.
————–, tafsir AL-Qur’an al-‘Azhim, dar al-Fikr, Beirut, cet. III, 1389 H/1970 M.
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992.
———————-, metode Tafsir “Tak Ada Yang Terbaik”, dalam Pesantern No. 1/vol VIII.
Muhammad Suayid Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatunm wa Manhajuhum, Wizarat ats-Tsaqafiyah al-irsad Al-islami, Teheran.
Muhammad Husain adz-Dzahabi, Attafsir wal-mufassirun, Maktabah Wahbah, Mesir, cet III 1405 H/1985 M.
Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Tafsirnya, tahun 1983/1984.
Wilfred Cantwell Smith, What Is Scripture A Comparative Approach, Mineapolis: Fortress Press,1993.
[1] Lihat, QS. (14): 1
[2] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992, Hal. 83.
[3] Lihat, Wilfred Cantwell Smith, What Is Scripture A Comparative Approach, Minneapolis: Fortress Press, 1993, Hal. 71.
[4] Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an Departemen Agama, RI., Al Qur’an Dan Tafsirnya, th 1983/1984, hal. 7.
[5] Departemen Agama RI, Al- Qur’an Al-Karim wa tafsiruhu (Al-Qur’an dan Tafsirnya) Jilid 5, tahun 2006, hal xxvii
[6]M. Quraish Shihab, Metode Tafsir “Tak Ada Yang Terbaik”, Dalam Pesantren No. 1/vol VIII hal. 75, dikutip oleh Rosihan Anwar Op.Cit., hal. 72.
[7] Departemen Agama Op.cit., jilid 10, hal. 1.